Review: PERJALANAN MENEMUKAN JATI DIRI (Menelusuri Jejak Konflik Dan Landasan Rekonsiliasi Dalam Masyarakat Kei)
Pieter Elmas
dalam bab berikutnya ini benar-benar mengupas bagaimana jati diri orang Kei
sesungguhnya. Kemudian Pieter menemukan bahwa orang Kei telah memiliki harta
karun paling berharga yang mestinya terus dijaga oleh pemiliknya. Harta karun
tersebut ia sebut sebagai modal sosial. Modal sosial yang dipaparkan dalam
tulisannya ini banyak sekali bentuknya namun secara umum berkaitan dengan adat orang
Kei, contohnya komunitas dalam bahasa adat yang sama, hukum adat yang sama,
struktur pemerintahan adat yang akomodatif, ikatan persaudaraan dalam hubungan
marga, ikatan hubungan karena perkawinan, serta ikatan hubungan karena
peristiwa sejarah.
Sesungguhnya orang Kei tidak akan
benar-benar menumpahkan hidup matinya untuk berkonflik jika bukan disebabkan
persolan kepemilikan tanah (baik wilayah petuanan, maupun laut) dan yang menyangkut
kehormatan kaum perempuan. Hal ini berkaitan dengan pandangan hidup orang Kei
tentang tanah dan perempuan. Bahwa ari-ari adalah saudara kembar dari setiap
bayi yang dilahirkan. Dan seperi kebudayaan di hampir seluruh wilayah
nusantara, ari-ari tersebut akan dikuburkan di tanah dan akan dilindungi
sepanjang hayat. Inilah ontologi pandangan orang Kei terhadap tanah kelahiran
mereka, bahwa tanah kelahiran dan diri mereka sendiri adalah kakak-beradik
sepanjang hayat. Itu lah mengapa mereka akan sangat sensitif jika tanah mereka
diusik, yang akibatya juga megakibatkan kerentanan konflik. Namun demikian,
jika pun ada dan memang pernah ada konflik yang berkaitan dengan tanah dan
kehormatan perempuan, dengan kearifan adatnya, orang Kei dapat menyelesaikan
konfli tersebut dengan damai.
Namun belakangan konflik-konflik
yang mencuat dan membakar masyarakat Malaku termasuk Kei telah mengalami
perubahan corak sebab-akibat. Dimulai dari konflik pada tahun 1999 di Ambon
yang membawa embel-embel agama di dalamnya, kini konflik semacam itu telah
sampai dan mengacau di tatanan hidup orang Kei. Pieter menganalisis bahwa
fenomena semacam ini tidak semata-mata berjalan alami, namun ada permainan yang
menyangkut ekonomi dan politik yang bertujuan menciptakan penghalang bagi
mereka (orang-orang Maluku) untuk memiliki akses dan kontrol langsung terhadap
sumberdaya yang dimiliki dan ada di tanah mereka.
Perlunya
upaya rekonsiliasi dan resolusi atas kejahatan struktural tersebut akhirnya
disadari oleh berbagai elemen masyarakat Kei termasuk Pieter sendiri. Atas
dasar ini ia berasumsi bahwa mengembalikan dan menguatkan jati diri orang kei yang
berupa modal sosial inilah yang mampu menjadi tameng pertahanan dari berbagai
macam konflik yang menyerbu dan membabu. Tentu pengembalian jati diri ini
dilakukan dengan beberapa penyesuaian akan keadaan zaman agar tradisi tua seperti
ini tetap mampu bertahan.
Lalu
pertanyaan saya, jika penyesuaian terus dilakukan, apakah sedikit demi sedikit
kekuatan adat itu sendiri akan terkikis dan berkemungkinan akan pudar?
Penyesuaian seperti apa yang sebaiknya dilakukan? Mengapa bekas kebijakan Orde
Baru khususnya yang menyangkut sistem kepemimpinan masih tersisa dan
dipertahankan hingga sekarang? Bagaimana seharusnya kita bersikap dan bertindak?
Komentar
Posting Komentar