Orang Waemale Terombang-Ambing dalam Arung Perubahan
Cerita tentang orang-orang
Waemale, orang Rumahtita khususnya yang menjadi objek ilmu penegtahuan modern.
Cerita tentang muak dan kesalnya orang-orang Waemale atas kelakuan para
peneliti-peneliti yang datang meminta semua informasi tentang orang Waemale.
Mereka dengan mudahnya memberikan janji-janji manis untuk kembali menyampaikan
hasil penelitiannya, mengganti semua biaya yang telah dikeluaran seorang pak
tua di Rumahtita, dan janji manis lainnya, namun apa yan terjadi adalah mereka
tidak pernah kembali dan tidak mengganti rugi, seolah hanya mengeruk harta
karun Waemale tanpa ada pertanggungjawaban.
Orang Waemale adalah kelompok
etnis asli Seram yang mendiami wilayah barat-tengan Maluku. Kelompok etnis
terbesar di Seram. Waemale masuk dalam rumpun patasiwa. Sistem kepemimpinan
orang Waemale yang sangat demokratis dan egaliter serta menjunjung tinggi
komunalitas, akhirnya dirusak pula oleh pihak luar yang memiliki kepentingan
terhadap orang Waemale. Orang luar tersebut adalah pemerintah kolonial.
Pengrusakan sendi-sendi masyawakat Waemale sampai masuk ke system pembagian
tanah. Latu (raja) di Waemale dimanipulasi dengan diberikan hak penuh sebagai
wakil rakyatnya dalam proses negosiasi pembebasan tanah jika dkehendaki oleh
pemerintah colonial. Sertifikat tanah menjadi pangkalnya. Kmeudian disusul
dengan intimidasi, suap, dan pembentukan karakter Latu agar tidak mematuhi lagi
hukum-hukum adat komunalnya. Disusul lagi dengan penggabugan wilayah Latu
Rumatita dengan Latu Honitetu yang sesungguhnya bertujuan untuk menguangi
otonomi politik lokal Lembaga-lembaga adat dan pemerintah tradisional orang
Waemale. Akhinya permainan de vide et
impera, menjadikan raja-aja penguasa lokal sebagai ‘raja-raja boneka’
Belanda pun menjadi sangat mudah dijalankan. Ini lah awal kekalah orang
Waemale.
Sempat memberontak melalui
perlawanan yang dikenal dengan ‘Perang Nunaya’, namun tida berhasil. Justru
membuat perlakuan Belada semakin tegas dan kejam. Merasuk sampai ke urusan
agama dan kepercayaan, Belanda kemudian menyebarkan dan memaksa orang-orang
Waemale menganut ajaran Kristen dan menghapus secara penuh kepercayaan asli
mereka yaitu Kakehang. Hampir seluruh orang Waemale kemudian menjadi penganut
Kristen yang taat. Namun akhir-akhirnya beberapa tetua adat menyadari bahwa
mereka telah kehilangan jati diri mereka. Kearifan lokal yang ada di dalam
nilai-nilai Kakehang pun mereka rindukan. Namun apa daya, nilai-nilai yang
telah ditanamkan Belanda ternyata lebih mengakar kuat. Namun tentu tidak
mustahil untuk dihilangkan. Lalu jika sekarang sudah terlepas dari Belanda,
mengapa dan apa yang menyebabkan mereka belum atau mungkin tidak bertindak
untuk kembali ke kepercayaan asli mereka?
Komentar
Posting Komentar